Category: News

World must protect climate as it preserved ozone layer, Ban says on International Day

09-16-2015Ozone_Layer16 September 2015 – A political commitment to manage hydrofluorocarbons under the Montreal Protocol – a huge environmental success that agreed to phase out ozone-depleting chemicals – could be one of the biggest climate change wins in the lead-up to the December’s climate conference, says United Nations Secretary-General Ban Ki-moon.

“Let us ensure that we protect our climate the way we have preserved the ozone layer,” Mr. Ban said in his message for the International Day for the Preservation of the Ozone Layer, observed annually on 16 September.

“Not so long ago, humanity stood on the brink of a self-inflicted catastrophe,” he recalled. “Our use of ozone-depleting substances such as chlorofluorocarbons (CFCs) had torn a hole in the ozone layer that protects us from the sun’s harmful ultraviolet radiation.

“But we tackled this challenge,” he reminded citizens of the world.

The scientific confirmation of the depletion of the ozone layer prompted the international community to establish a mechanism for cooperation to take action to protect the ozone layer.

This was formalized in the Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer, which was adopted and signed by 28 countries, on 22 March 1985. In September 1987, the Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer was drafted.

“Together, we have succeeded in putting the stratospheric ozone layer on the road to recovery by the middle of this century,” Mr. Ban said. “As a result, up to 2 million cases of skin cancer may be prevented each year, along with even more avoided cases of eye cataracts.”

Ahead of next week’s adoption in New York of the 2030 Agenda for Sustainable Development, and the effort by governments to forge a new, collective path forward on climate change later this year in Paris, the UN chief said the Montreal Protocol’s success should serve as inspiration.

Noting that the work of the Montreal Protocol is not yet done, the Secretary-General said hydrofluorocarbons (HFCs) that have been used as replacements for many ozone-depleting substances are extremely potent greenhouse gases and will contribute a great deal of warming to an already overheated planet in the coming decades “unless we act now.”

“Many countries are now considering using the Montreal Protocol regime to phase down HFCs,” Mr. Ban said. “A political commitment to managing HFCs under the Montreal Protocol could be one of the biggest climate change wins in the lead-up to the Paris climate conference.”

The UN Environment Programme (UNEP), which serves as the Ozone Secretariat, is marking the 30th anniversary of the Vienna Convention.

As part of the commemorative activities, the Ozone Secretariat is conducting the “Precious Ozone” digital campaign to celebrate the many successes achieved under the ozone protection regime over the past 30 years and highlight the importance of the ozone layer in protecting life on Earth from the harmful effects of UV radiation.

Source : http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=51888#.VfpiQNKqqko

Pembakaran Hutan di Riau Dilakukan Para Pendatang

Mendagri Tjahjo KumoloJakarta: Maraknya kasus kebakaran hutan di beberapa wilayah Indonesia diduga disengaja oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Para oknum tersebut sengaja membakar lahan-lahan hutan dan perkebunan untuk mengeruk keuntungan sendiri.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, usai menyambangi langsung kebakaran hutan di Riau, ia menyadari jika kebakaran disengaja. Bahkan, oknum yang sengaja membakar disebut-sebut merupakan para pendatang.

“Saya baru tahu yang sengaja dibakar itu di Riau, karena saya berkunjung ke Riau. Memang yang biasa melakukan itu pendatang. Pendatang ini datang memanfaatkan lahan-lahan yang tidak terpakai dibakar, dia tanami, itu saja,” jelas Tjahjo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/9/2015).

Untuk antisipasi kejadian serupa, pemerintah melalui Kemendagri mengirimkan radiogram kepada kepala daerah terkait. Hal ini ditunjukkan agar pemerintah daerah dan warga bahu membahu menanggulangi musibah ini.

“Kemendagri sudah buat radiogram, dan dikirimkan kepada bupati dan gubernur. Kalau pihak perkebunan tidak aktif, ya harus diberi sanksi. Apalagi kalau itu ada oknum-oknum perkebunan yang menyuruh masyarakat. Ya bisa dicabut izinnya,” katanya.

Sanksi yang disebut politisi PDIP tersebut merupakan sanksi terpadu, koordinasi dari Kementerian Kehutaan, Polri, TNI, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Kendati begitu, pemerintah belum menetapkan bencana kebakaran dan kabut asap sebagai bencana nasional. “Saya kira belum. Karena baru Sumatera, Banten, dan beberapa wilayah di Kalimantan,” kata dia.

Sebelumnya, pada Jumat 4 September 2015 Presiden Joko Widodo telah memanggil sejumlah pihak terkait untuk membahas penanganan kebakaran hutan. Dalam pertemuan tersebut, Presiden telah menginstruksikan empat hal.
Pertama, pemadaman dilakukan TNI dengan hujan buatan dan water bombing. Kedua, upaya penegakan hukum yang dipimpin Kepala Kepolisian RI bersama PPNS dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Dalam Negeri.

Ketiga, penanganan masalah kesehatan, karena tidak sedikit masyarakat yang terserang infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Keempat, sosialisasi tentang bahaya bencana kabut asap dan dampaknya bagi kesehatan.
Untuk penanganan masalah kesehatan ini, Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah juga diminta berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menjadi leading sector.

Selain itu, Presiden meminta didirikan posko di wilayah-wilayah yang terkena dampak kabut asap dan mengajak masyarakat berpartisipasi untuk memadamkan api.

Source : http://news.metrotvnews.com/read/2015/09/09/429423/pembakaran-hutan-di-riau-dilakukan-para-pendatang

Peternakan Babi di Dusun Ngepet Diprotes Warga

peternakan babi di bantul

BANTUL – Peternakan babi di Dusun Ngepet, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Bantul diprotes warga.

Mereka memprotes karena sangat mengganggu lingkungan. Selain menimbulkan bau, dua peternakan babi berskala besar ini ternyata juga menimbulkan penyakit gatal-gatal karena ulat dan cacing pita kotoran babi sudah menyebar.

Salah seorang warga Dusun Tegalrejo, Desa Srigading, Kecamatan Sanden yang enggan disebutkan namanya mengatakan, peternakan babi yang berada di dekat sawah mereka sebenarnya sudah berdiri sejak dua tahun yang lalu.

Peternakan pertama dengan luas area sebesar 1.500 meter persegi berdiri sejak dua tahun lalu, sementara peternakan kedua dengan luas sekitar 1.000 meter persegi sudah setahun lalu.

“Baunya minta ampun. Terus kalau hujan belatung dan cacingnya ke mana-mana,” tuturnya, Selasa (4/8/2015).

Empat warga Dusun masing-masing dari Gadingharjo, Tegalsari, Tegalrejo dan Ngepet sebenarnya sudah berkali-kali menyampaikan nota keberatan mereka kepada instansi terkait baik ke pihak Kelurahan, Kecamatan, Badan Lingkungan Hidup dan juga Sat Pol PP Bantul, namun sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya.

Warga empat dusun tersebut menginginkan agar peternakan babi tersebut ditutup. Sebab, setiap pagi hari bau tak sedap dari peternakan ini tercium hingga ke tepi Pantai Samas yang berjarak sekitar 1 km.

Jika malam hari, bau tidak sedap tersebut masuk ke perkampungan di empat dusun tersebut sebab terbawa angin laut.

“Baunya tidak hanya kotoran, tetapi bau busuk makanan yang digunakan sangat mengganggu. Makanan babi itu berasal dari sisa-sisa restoran yang sudah membusuk,” tambahnya.

Warga Tegalsari juga mengatakan demikian. Warga yang tidak bersedia disebutkan namanya ini mengatakan, kini banyak petani yang enggan mengelola sawah yang berada di seputaran kandang babi tersebut.

Sebab, baunya sudah tak mampu dibendung lagi bahkan sempat membuat petani yang mencoba bertahan pingsan.

Dia mengeluhkan ketidaktegasan dari pemerintah setempat yang tak segera menutup dua usaha peternakan babi yang jumlahnya bisa mencapai ratusan ekor tersebut.

Para petani sebenarnya sudah tidak tahan dan berniat akan melakukan aksi demonstrasi. Namun rencana tersebut gagal karena camat mereka melarang aksi demonstrasi tersebut.

“Pak camat melarang kami. Tetapi kalau terus dibiarkan, kami akan tutup paksa. Pol PP harus tegas,” tuturnya.

Terpisah, Lurah Desa Srigading, Widodo membantah jika mereka membiarkan persoalan tersebut begitu saja.

Sebab, pihaknya sudah beberapa kali memfasilitasi pertemuan antara warga, tokoh masyarakat, pengusaha ternak babi hingga Sat Pol PP Bantul.

Dalam pertemuan terakhir, Widodo mengklaim sudah ada kesepakatan antara kedua belah pihak.

“Pemilik kandang babi harus mengurangi dampak bau dan tidak boleh menambah luas area peternakan yang sudah ada,” tandasnya.

Namun karena urusan perut, pihaknya tidak bisa serta merta melakukan penutupan kepada usaha ternak babi tersebut.

Sebab, pemilik kandang pernah mengatakan modal yang mereka keluarkan belum sepenuhnya kembali.

Kendati demikian, pihaknya nantinya akan menutup usaha ternak babi tersebut dengan alasan lokasi tersebut adalah destinasi wisata.

source: http://daerah.sindonews.com/read/1029307/22/peternakan-babi-di-dusun-ngepet-diprotes-warga-1438675784